Waw, sudah hari kelima di perjalanan jelajah Turki series dalam rangka belajar sejarah islam. Kali ini gue melaju ke Kota Dogubeyazit, Turki Timur. Kota yang dekat sekali dengan Gunung Ararat, gunung tertinggi di Turki.
Baca episode sebelumnya: Kisah Nabi Ayub a.s dan Nabi Ibrahim a.s. di Sanliurfa
Gue berangkat naik bus malam dari Sanliurfa menggunakan bus Yeni Diyarbakir beli di obilet.com harganya Rp 297.749/orang. Dibeli pakai credit card jadi langsung ke-convert ke rupiah.
Bus ini memiliki susunan 2-1 yang menurut gue sangat solo travel friendly. Jadi nggak perlu awkward sama orang sebelah dan nggak perlu basa-basi juga.
Bus gue berangkat jam 22.30 malam dan tiba di Terminal Dogubeyazit sekitar jam 08.30 pagi keesokan harinya. Perjalanan 10 jam yang somehow gue sangat nikmati. Dengan kursi reclining yang nyaman, suasana mendukung, snack dan air minum tersedia gratis, jalanan mulus dan minim lampu sepanjang jalan. Semua itu membuat tidur gue berkualitas walaupun hanya duduk di kursi.
Sesampainya di terminal, gue sempatkan untuk mampir ke toilet. Cuaca dingin ini membuat gue jadi lebih sering ke kamar mandi. Sama seperti di terminal sebelumnya, toilet di sini juga bayar 3 TL.
Drama Sewa Mobil di Dogubeyazit
Masih pagi banget sih, tapi gue harus segera bergegas ke pusat kota. Karena niatnya hari ini cuma main full-day aja di Kota Dogubeyazit lalu pindah ke Kota Kars nanti malam. HAHAHA mumpung masih muda ya kan, pindah pindah kota tidaklah masalah. Badan masih sanggup menahan pegal.
Ya beginilah nasib pegawai kantoran yang ingin memaksimalkan liburan.
Berusaha untuk mencari dolmus (sebutan angkot di Turki) untuk ke pusat kota tapi kok ditunggu-tunggu nggak ada, nanya ke orang juga sulit karena keterbatasan bahasa. Walaupun kamu bisa basic turkish, tapi tetap saja untuk travelling ke selatan maupun timur Turki, bahasanya bisa berbeda, karena mereka umumnya menggunakan bahasa kurdish atau arab. Pun mereka bicara bahasa Turki, dialegnya sangatlah berbeda yang membuat kita mempertanyakan kemampuan bahasa Turki kita :’)
Akhirnya memilih untuk naik taksi aja ke pusat kota 50 TL, belajar dari drama taksi Sanliurfa, kali ini gue memastikan untuk pasang argo. Untungnya abangnya langsung bilang tarifnya dia pakai taxi meter. Alhamdulillah ya gengs.
Sebelumnya kami sempat research rekomendasi sewa mobil di Turki, sayangnya di Dogubeyazit tidak ada agen sewa mobil yang kita inginkan. Hanya ada perusahaan lokal Dogubeyazit.
Yasudahlah kita menuju ke sana. Begitu sampai, eh ternyata tokonya tutup! Alamak. Mana ditelfon nomornya pun nggak aktif.
Nggak mau putus asa, akhirnya gue coba berpikir sambil berjalan, dengan harapan akan ketemu tempat penyewaan mobil lainnya. Eh nggak lama kemudian, kami menemukan sebuah toko yang menyewakan mobil. Tanpa ba bi bu, langsung gas lah masuk untuk tanya harga.
Tapi dramanya belum selesai. Mengsedih sekali, ternyata kami nggak boleh sewa mobil lepas kunci. Pupus sudah harapan bawa mobil dengan setir kiri. Tapi yasudah mau bagaimana lagi, daripada harus nyari-nyari yang lain kan?
Tentu saja harganya lebih mahal dari sewa lepas kunci. Setelah pernegoan yang agak alot, akhirnya kami deal di harga 900 TL sudah termasuk bensin dan driver, begitu juga guide.
Makan Kebab di Resto Dogubeyazit
Waktu udah menunjukkan pukul 11an, perut juga udah mulai berasa lapar walaupun nggak lapar-lapar banget. Daripada nantinya bingung mau makan apa di mana, jadi gue memutuskan untuk beli makan durum aja dulu, kebetulan lokasinya cuma disebrang tempat sewa mobil.
Suprisingly, penyajiannya cepat, rasanya enak dan harganya murah. Hal yang bikin gue ngerasa senang makan di sini adalah selalu ada condiment berupa sambal, acar dan yoghurt. Selain itu, di sini juga bisa bayar pakai credit card, harga seporsinya Rp 35.578/orang.
Tempat Berlabuhnya Kapal Nabi Nuh di Kaki Gunung Ararat Ditengah Badai
Perjalanan dari pusat kota ke Noah’s Ark ini ternyata lumayan jauh, butuh waktu sekitar 30-45 menitan. Nggak kebayang juga sih kalau transportasi umum naiknya dari mana dan jadwalnya kapan aja, karena waktu gue ke sana pun jalannya sepi dan kami adalah satu-satunya orang yang berkunjung.
Kok gitu?
Iya karena hari itu hujan seharian, semi badai dan kabut turun, membuat perjalanna jadi lebih dingin, berbahaya dan tidak kelihatan pemandangan apa-apa.
Sebenarnya awalnya agak galau juga untuk lanjut karena takut tidak sepadan dengan biaya yang dikeluarkan, tapi kapan lagi kan bisa jalan sampai sejauh ini? Jadi yasudahlah gaskeun aja tetap melihat dikala badai.
Begitu sampai, gue langsung bersiap lari dari mobil ke bangunan visitor centre. Untung aja di sini ada bangunannya ya jadi bisa untuk menghangatkan diri sambil minum teh.
Harga tiket masukyna 25 TL per orang.
Di sini yang jaga hanya sendirian, udah gitu baik banget untuk nyediain kami semua teh refill gratis.
Di bangunan ini juga kamu bisa banyak mempelajari tentang bukti-bukti kapal Nabi Nuh yang katanya mendarat di sini, kebanyakan dari buktinya memang diambil dari bible ya. Karena di sana lebih detail dijelaskan tentang panjang dan lebarnya ukuran kapal Nabi Nuh.
Sedangkan versi Al Quran memang hanya dituliskan mendarat di pegunungan Judi (Cudi dalam bahasa Turki). Lalu jika kita lihat peta, Gunung Ararat ini memang masuk pegunungan Judi tapi ada gunung lain di selatan Turki yang berbatasan dengan negara Syria yang bernama Gunung Judi.
Jadi, di mana persisnya? WallahuAllam ya
Dari lokasi Noah’s Ark visitor center ini kita hanya bisa melihat dari kejauhan, karena memang berada di atas bukit yang sulit untuk bisa ke sana, apalagi dalam kondisi angin dan berkabut. Selain itu posisi ini juga titik paling pas untuk bisa megamati bentuk tanah yang menyerupai bentuk kapal Nabi Nuh.
Kalau kita terus berjalan hingga posisi persis kapalnya sudah pasti tidak akan sejelas dari kejauhan ya, karena kan ukuran kapalnya sangatlah besar.
Ishak Pasha Palace
Saking dinginnya di area terbuka di tempat berlabuhnya kapal Nabi Nuh, kami langsung bergegas ke destinasi kedua, Kastil Ishak Pasha.
Gue masukin tempat ini menjadi destinasi yang ingin dikunjungi karena tempat ini terasa sangat magical. Bangunan dengan batu-batuan asli dari tahun 1685 di atas bukit dengan pemandangan Gunung Ararat dan warnanya kontras dengan lingkungan sekitar. Terutama ketika musim salju tiba lalu sekitarannya ditutupi salju, sehingga pemandangannya jauh lebih magical.
Asli, seandainya kala itu nggak hujan dan kabut, lalu gue bisa naik ke atas bukit di sebelahnya, pastilah gue bisa menunjukkan ke kalian betapa kerennya tempat ini. Sayangnya gue hanya bisa mengeluarkan kamera sebentar-sebentar saja karena tangan sudah kedinginan dan pemandagan juga tertutup kabut.
Definietly akan balik lagi ke sini pas winter, saat sekitaran Ishak Pasha Palace tertutup salju. Harga tiket masuknya hanya 20 TL per orang, pastikan kamu bawa uang cash ya.
Dogubeyazit Street Market
Destinasi terkahir kali ini adalah dogubeyazit street market, yang ternyata lokasinya itu nggak jauh dari lokasi tempat sewa mobil. Di sini kamu bisa membeli pakaian, jam tanngan, wisata kuliner, oleh-oleh bahkan perlengkapan naik gunung. Seru, mengingatkan gue sama Aslancak di Izmir. Jalan yang hidup dan ramai pejalan kaki.
Sewaktu gue jalan di market bertepatan dengan jam pulang sekolah, jadi ramai sekali anak-anak sekolahan. Kelihatannya mereka nggak sering bertemu orang asing, karena kebanyakan dari mereka ngeliatin kami sambil senyum-senyum dan ngobrol dengan temannya. Bahkan ada dua anak yang ngikutin kita dari belakang serasa mau kenalan tapi malu-malu hahaha lucunya.
Terdampar di Terminal Dogubeyazit
Nggak kerasa sudah mendekati jam 4 sore, gue harus kembali ke terminal untuk lanjut ke Kota Igdir. Sebenarnya tujuannya adalah Kota Kars, namun nggak ada bus langsung menuju Kars, jadi harus transit dulu di Igdir. Gue ke terminal dianterin sama mobil sewaan yang nggak sampai 4 jam itu hahaha.
Pas sampai di terminal ternyata bus terusan ke Kars hanya sisa yang jam 5 sore. Waduh mepet banget, pun kita ngebut pakai taksi belum tentu juga bisa ngejar bus jam 5. Alhasil gagal ke Kars hari ini! sedih banget.
Daripada terdampar di dogubeyazit, akhirnya beli tiket bis ke Igdir 50 TL per orang naik bis besar. Jadi mau nggak mau, harus menginap semalam di Igdir, baru besok pagi-paginya langsung cus ke Kars.
Namun ternyata… gue sama sekali tidak menyesal bisa singgah di Igdir, malah merasa sangat beruntung! Baca cerita selanjutnya petualangan di Igdir ya!