Akhirnyaaaaaaa Rinjani! Salah satu destinasi gunung yang sudah menjadi cita cita sejak 2013. Lama banget ya baru kesampaian? Iya, gue pun terheran dan nggak nyangka. Walau begitu, gue merasa gue berkunjung di waktu yang tepat. Sudah ada budget untuk ikut trip, ada teman pendakian yang menyenangkan, jalur Torean yang terkenal cantik banget pun udah resmi dibuka.
Jadi, marilah dimulai cerita pendakian Gunung Rinjani 3.726 mdpl pertama gue.
Perjalanan Menuju Basecamp Sembalun, Lombok
Pendakian kali ini gue pergi menggunakan open trip, hal ini lebih efisien menurut gue karena gue nggak perlu ribet bawa tenda, logistik dan nggak perlu rebutan “tempat camping” di area camp.
Ditambah lagi, bisa menghemat tenaga gue yang jarang sekali latihan ini. Gue hanya perlu menyiapkan dan membawa barang pribadi selama pendakian. Oh, sama air minum sih haha.
Perjalanan dimulai dari Karawang, sekitar jam 8 malam gue bergegas ke Stasiun Karawang untuk mengejar kereta lokal tujuan Cikampek dengan harga Rp 40.000. Sesampai di sana, gue lanjut menggunakan KA Harina menuju Stasiun Surabaya yang tiba di esok pagi.



Lanjut lagi naik Grab ke Bandara Surabaya untuk naik pesawat Lion Air menuju Bandara Lombok. Fyuh, akhirnya sampai juga di Lombok dan siap dijemput oleh OT.
Kenapa nggak langsung naik pesawat Jakarta – Lombok? Karenaaaaa ngide aja emang biar ada perjalanan daratnya, request-an Dini 🙁 yaudah kita turutin aja biar senang wkwkkw.
Apakah jadi lebih murah? Nggak juga 🙁 soalnya kala itu memang sudah lumayan mepet dan harganya udah normal semua (atau malah termasuk mahal ya?) Lihat detail budget pendakian Rinjani di paling akhir. Eits, tapi baca dulu dong yang lainnya biar urut 😛
Pendakian Dimulai, Hari Pertama Langsung Persiapan Muncak
Sekitar jam 7 pagi kami sudah siap berada di depan pintu Taman Nasional Gunung Rinjani untuk melakukan check-in.

Setelah semua urusan registrasi selesai, kami lanjut naik pick-up sampai ke kandang sapi. Tempat memulai pendakian untuk sebagian orang, dan juga tempat gue naik ojeg hingga ke pos 2 hahaha. Tentu saja ini opsi yang gue pilih, mengingat nanti malam gue akan persiapan summit dan juga biar bisa tetap semangat ngonten.
Dari pos 2, gue mulai start berangkat sekitar jam 9-10 pagi.
Baru mulai udah langsung disuguhkan bukit yang cantiiiiiiiiiiiiiik banget, rasanya mau menitikkan air mata. Indahnya nggak karu-karuan, sama kayak detak jantung gue di awal pendakian, bikin semakin ingin mau nangis.
Apa itu Bukit Penyesalan?
Bukan bermaksud sombong, hanya saja gue bener-bener nggak ngeh sudah melewati bukit penyesalan. Tiba tiba tempat camp aja.
Sudah hampir pasti setiap yang kembali dari Rinjani selalu mengeluhkan bukit penyesalan ini, yaitu rute tanjakan dan turunan melewati bukit hingga tujuh kali! Ya pantas saja bikin orang-orang ‘nyesel’ ya, wong bertubi-tubi gitu.



Namun beruntungnya gue nggak merasakan hal serupa. Mungkin karena terlalu banyak wanti-wanti yang jujur saja sempat bikin khawatir, gue malah terus-terusan berpikir bahwa gue harus bisa lewatin apapun yang sedang gue pijaki ini, karena nanti akan ada bukit yang nggak kelar-kelar yang merupakan medan paling berat.
Terus aja gitu mikirnya hingga tiba tiba sudah jam 16.30 sore, yang mana itu sudah sampai di tempat camp Plawangan.
Bahkan sampai sekarang pun gue nggak tau bukit penyesalan tuh sebelum atau setelah pos 3. Benar-benar cuma bisa fokus berjalan sambil menata nafas.
Rasanya lega bisa tiba sebelum maghrib, ini artinya gue bisa melihat sunrise, berjalan tanpa senter, dan istirahat lebih lama untuk persiapan muncak nanti malam.
Day 2: Summit Attack, Perjalanan Menuju Puncak Rinjani
Bangun jam 1 pagi, sarapan burger, lalu bersiap untuk summit. Setelah briefing singkat, walau sejujurnya gue agak tertatih2 terlambat, akhirnya kami berangkat.
Langkah kaki pelan dan kecil, yang penting tetap bergerak.
Harus sampai sebelum jam 8 pagi! Itu aja yang gue gaungkan di dalam otak. Semakin matahari meninggi semakin semangat tapi juga semakin deg-degan. Takut nggak keburu cut off time 🙁



tapi… ALHAMDULILLAH AKU SAMPAI🤍
Tidak ada yang menyiapkan aku untuk letter E puncak Rinjani, jujur ini lebih mau bikin nangis dibanding bukit penyesalan. Bahkan gue udah ada pikiran untuk ‘syukuri yang ada, cukup sampai di sini’ alias mundur aja.
Kalau bukan karena gue liat adek gue nyusul nyusul terus pas gue mau duduk santai dan menyerah sih gue nggak akan lanjut ya hahaha. Walau pada akhirnya di letter E kesusul jauh sih, dia udah sampai duluan.

Parahnya lagi, kala itu badai angin. Sampai beberapa porter dan guide dari berbagai operator bilang ini anginnya kenceng banget udah termasuk badai, kalau saja diiringi hujan, semua pesertanya akan dibawa balik.
Waduch Pak, ini tapi saya bisa lanjut nggak ini?! Kenapa ngomongnya di tengah-tengah gue terhuyung angin pas kanan-kiri nya jurang?!? Pak?!
Perjalanan Turun Membuka Toilet Menuju Segara Anak
Ini paling chaos kayaknya.
Masih di hari yang sama setelah summit attack, kami diharuskan kembali jalan turun. Kali ini tujuannya ke Danau Segara Anak, tempat kami bermalam hari ini.
Seharusnya kami bisa berangkat jam 11-12 siang, tapi karena ada ‘oknum’ peserta yang ngeyel tetap summit padahal udah kelewat cut of time, alhasil jadi harus nungguin mereka. Ih sebel deh.
Jadi perjalanan baru dimulai jam 2 siang. JAM DUA SIANG.
Itu pun si oknum ini baru nyampe tempat camp, langsung kami tinggal hahahaha. Entah jam berapa mereka lanjut jalan lagi.
Tapi bukan disitu chaosnya, melainkan di perjalanan gue saat turun. Baru beberapa meter berjalanan, gue sudah merasakan dorongan kuat dalam perut. Pertanda ada sesuatu yang besar yang ingin keluar.

Sayangnya rute ke Segara Anak ini minim pepohonan, apalagi hutan, pandangan mata sangat luas bisa melihat panorama. Jadi, mana ada tempat bersembunyi? Pun akhirnya ada, sulit sekali rasanya menghindari lalu lalang orang.
Akhirnya yang terjadi adalah lima kali percobaan menggali lobang membuat toilet alam tapi nggak ada satupun yang dipakai. Entah banyak orang lewat, dipanggil teman satu rombongan, atau rasanya tiba-tiba hilang begitu saja😭
Sama seperti hari sebelumnya, ditengah perdetan mau ke toilet di alam bebas ini, tiba tiba gue udah sampai di camp area Danau Segara Anak. Mana nyasar dulu pula pas nyari tenda rombongan wkwk.
Day 3: Santai Sebentar Berendam Air Panas
Malam tadi, adalah malam terberaaaaat dilewati. Entah sudah berapa kali terbangun dari tidur untuk hal yang sama, aaaaaaaaaa tolong kakiku, tolongin kakikuu kakuuu.
Pegal luar biasa baru terasa, hasil dari melewati lebih dari 16 km perjalanan dengan >2.200 elevation gain. Gerakin dikit aja rasanya ngilu sebadan, berat banget, tapi kalau ga dipaksa gerak malah makin pegal. Begini nih dampak kurang olahraga hahaha.
Pagi ini semua peserta dibangunin untuk diantar ke tempat berenam air panas. Jujur malaaaas sekali rasanya untuk bergegas ke kolam air panas. Tapi gue sangat tidak menyesal akhirnya memaksa badan ini bergerak menuju kolam air panas. Rileks banget rasanya
Definisi much needed sih.
Fun Fact!
Setelah dipadukan dengan mandi air dingin setelah pendakian, herannya kaki nggak terasa DOMS lagi. Nggak seperti pendakian gue ke gunung lainnya. Mungkin sudah dirapel pegal pegalnya di malam setelah summit ya hahaha.

Lokasi tempat berendam air panas ini agak agak tricky sih, kalau gue nggak bareng guide, mungkin gue ga akan nemu tempat ini. Kita harus jalan menyebrangi sungai kecil dan melewati bukit. Sebuah jalan yang nggak dilewati oleh pendaki naik maupun turun.
Kalau kita sedang menghadap danau dari camp area dan warung, berarti posisi bukitnya ada di sebelah kanan.
Pulang dari berendam, gue melihat kembali jalur yang gue lewatin tadi pas menuju ke sini. Wah cantik banget Danau Segara Anak dilihat dari bukit gini. Sayangnya, siang ini gue harus segera turun. Melanjutkan perjalanan kembali ke rumah.
Perjalanan Panjang Tercantik Rinjani via Torean
Packing barang sudah, makan siang sudah, jajan nutrisari juga sudah. Saatnya turun via jalur Torean.
Ini dia jalur yang ‘katanya’ paling cantik se-Rinjani, dan gue pun mengiyakannya. Benar sih yang dibilang orang kebanyakan, jalur ini membuat kita serasa ada di film Jurassic Park. Penuh dengan bukit yang menjulang tinggi, tak lupa kanan kiri ada pohon yang nggak kalah tinggi.
Sabananya luaaaas sekali. Rugi rasanya kalau nggak nerbangin drone untuk melihat POV bird’s eye view nya di sini.



Cantik sih, tapi ada aja tantangannya.
Jalur Torean ini juga terkenal curam, beberapa kali harus melewati batu tebing yang terjal dengan menggunakan tali. Mendadak rappling kata gua mah. Namun kali ini nggak ada dokumentasinya, berhubung gue lebih sibuk menenangkan lutut yang gemetar setiap turun dengan tali.
Sampai akhirnya kami tiba di camp area Kebun Jeruk.
Ini camp area ter-seru buat gue! Selain hampir seluruh pesertanya tiba sebelum jam 5 sore, juga karena bawaannya chill banget karena sisa 1 hari lagi kita akan bertemu peradaban.
Camping Seru di Kebun Jeruk
Bangun tidur ku terus mandi, tidak lupa menggosok gigi.
Mirip dengan lagunya, itu pun yang gue lakukan di sore ini. Cuman bedanya, nggak beneran tidur (cuman rebahan), dan nggak beneran mandi. Mau mandi di mana pula ya kan?
Mandi di sini maksudnya cuci muka di pinggir sungai dan sikat gigi. Asli segar banget sih, sangat gue rekomendasikan. Kata gue sih mending dilawan rasa malasnya, worth it banget menyusuri batu batu besar untuk bisa kena air dingin.
Selama beberes, gue rasanya pengen banget berenang ke dalam sungai terus keramas. Minimal basahin rambut sampai ke kulit kepala deh. Tapi sayangnya gue nggak mau pakaiannya basah. Seprtinya gaboleh juga berenang di sini, selain untuk menjaga kebersihannya, laju airnya juga lumayan deras.
Malam ini diisi dengan api unggun, cerita cerita lucu selama pendakian, semakin mengenal satu sama lain dan cemilan tambahan popcorn!
Day 4: AKU PULAAAAANG ke Basecamp Torean
Hari yang dinanti akhirnya tiba, hari dimana gue bisa mandi, keramas, tiduran di kasur sambil update instagram.
Tapi nanti dulu…
Setelah melewati perjalanan turun yang nggak kalan panjang dan terjal. Masih loh ini harus ngelewatin batu curam dan tangga monyet?!



Walau begitu, tetep pendakian hari ini paling menyenangkan. Tinggal turun-turun aja, pun menanjak, nggak seberapa banyak dan curam. Ngos ngosan sih tetep.
Apalagi di tengah perjalanan ketemu spot melihat air terjun yang viral banget di kalangan social media. Udah pasti ngantri foto dong. Ngantri nya pun harus agak jaga jarak, karena sebenernya ini tuh tebing batu yang gampang gelinding?!?!
Hiking di hari terakhir ini paling hanya sekitar 4-5 jam kalau nggak salah ingat. Nanti kalau sudah masu hutan, tandanya sudah mulai dekat dengan area kemah Birisan Nangka. Sebuah tempat camp yang memiliki shelter dan teduh oleh pepohonan.
Nah kalau sudah di Birisan Nangka sih paling tinggal 1 jam aja sudah sampai Basecamp Torean. Benar benar sudah dekat!



harga kembali normal
Treknya juga sudah jauh lebih menyenangkan, karena berada di dalam hutan. Jalananya berupa tanah keras yang cukup lebar untuk pendaki naik dan turun. Terkadang, di area yang agak terbuka sedikit, ada sinyal internet.
Perjalanan berakhir di sebuah warung dengan plang harga normal hahaha. Tandanya sudah kembali ke peradaban. Dari sini bisa pilih mau lanjut jalan kaki ke basecamp atau naik ojek. Tentu saja gue naik ojek, udah ga sabar mau mandi!
Budget Pendakian Gunung Rinjani via Torean
Paket open trip meeting point di Bandara Lombok Rp 1.300.000/orang. Gue di jaman kuliah mana bisa afford trip ini, gue bisa membayangkan gue naik kereta ekonomi ke Banyuwangi, ngemper di Kapal terus jalan kaki sempoyongan double double. Nambah sehari lagi dah tuh perjalanan 🙁
KA Harina Cikampek – Surabaya Rp 340.000, Grab ke Bandara Rp 85.000/4 orang. Pesawat Lion Air Surabaya – Lombok Rp 780.480
Ojek Kandang Sapi ke Pos 2 Rp 200.000. Jajan di jalur pendakian Rp 35.000. Ojek Torean – Basecamp Rp 50.000. Pesawat Super Airjet Lombok – Jakarta Rp 1.363.987.
Total budget Rp 4.154.467